Pada tanggal 06 November 2023, bersamaan dengan Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) , Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Indonesia kembali memberikan Insentif Fiskal untuk tahun berjalan pada Periode III kepada Pemerintah Daerah, baik Provinsi, Kota, maupun Kabupaten. Insentif ini diberikan dalam rangka pengendalian inflasi daerah pada Tahun Anggaran 2023.
Insentif Fiskal dengan total anggaran 8 Triliun Rupiah diberikan kepada Pemerintah Daerah dalam dua tahap. Pertama 4 Triliun Rupiah bagi Daerah yang berkinerja baik di tahun 2022, dan Kedua 1+3 triliun bagi Daerah yang berkinerja baik di Tahun 2023 (Tahun Berjalan). 1 Triliun Rupiah diberikan dalam 3 tahap, masing-masing tahap diberikan kepada Pemda yang berhasil menjaga laju Inflasi pada setiap Periode. Jumlah Insentif Fiskal Periode III ini adalah sebesar 340 Miliar Rupiah dengan variasi pemberian mulai dari 8,6 – 11,9 Miliar Rupiah. Sedangkan total 3 Triliun Rupiah akan diberikan kepada Pemda yang berhasil dalam menurunkan angka stunting, angka kemiskinan ekstrim, belanja produk dalam negeri, dan percepatan belanja daerah.
Para penerima Insentif Fiskal Periode III ini antara lain Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Gorontalo untuk tingkat Provinsi. Kota Subulussalam, Tidore Kepulauan, Sibolga, Banjarbaru, Pagar Alam, dan Singkawang untuk tingkat Kota. Kabupaten Kep. Morotai, Bangka Selatan, Kutai Kartanegara, Morowali, Paser, Sorong Selatan, Pohuwatu, Banggai, Luwu, Bulungan, Bualemo, Pohuwato, Aceh Singkil, Sumbawa Barat, Pulang Pisau, Minahasa Utara, Supiori, Minahasa Selatan, Tabalong, Parigi Moutong, Bandung, Landak, Lamongan, Bolaang Mongondow, Banyuwangi, dan Pasaman untuk tingkat Kabupaten.
“Insentif Fiskal ini diberikan untuk memperbaiki kinerja daerah dalam menangani inflasi, stunting, kemiskinan ekstrim, belanja produk dalam negeri, dan percepatan belanja daerah, bukan untuk tambahan penghasilan, honorarium, dan perjalanan dinas,” ungkap Menkeu.
Sementara itu disampaikan juga oleh Badan Pudat Statistik (BPS) kondisi Inflasi Oktober 2023 yang telah rilis awal bulan November ini. Terjadi inflasi year on year (y-on-y) sebesar 2,56 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 115,64. Inflasi (m-to-m) memang mengalami kenaikan dibanding Bulan lalu namun secara (y-on-y) Inflasi telah mengalami penurunan yang signifikan jika dibandingkan dengan Inflasi pada Oktober Tahun lalu yaitu sebesar 5,71.
Komoditas penyumbang Inflasi terbesar pada Bulan ini adalah Cabe Merah, Cabe Rawit, Gula Pasir, dan Beras. Gula Pasir masih belum ada tanda-tanda penurunan. Sedangkan harga beras menunjukkan kurva uang mendatar sekalipun demikian harga beras masih tinggi.
Masih rendahnya tren produksi beras hingga Februari 2024 mendorong pemerintah untuk terus melakukan intervensi baik melalui Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), Gerakan Pangan Murah (GPM), hingga Penyaluran Bantuan Pangan. Sedangkan terkait produk lainnya, Neraca Komoditas Pangan Tahun 2023 mendata situasi ketersediaan komoditas pangan pokok strategis terpantau aman, meskipun jumlahnya terbatas.
Sementara untuk cabai, NFA telah melakukan FDP (Fasilitasi Distribusi Pangan) dengan tahap awal sebanyak 2,4 ton cabai rawit merah dari Kabupaten Wajo dan Enrekang ke Pasar Induk Kramat Jati Jakarta yang tiba pada Minggu (6/11/2023). Hal ini dilakukan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga cabai di Jakarta selaku barometer perekonomian nasional.
Pentingnya peran pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara sektor hulu hingga hilir, dilakukan agar para petani/produsen pangan, pelaku usaha pangan dan masyarakat bisa saling menopang untuk mengupayakan keseimbangan dalam rantai pasoka pangan. Keuntungan mobilisasi pangan di daerah surplus ialah ketika petani dan peternak bisa mendapatkan harga yang baik, sementara di daerah defisit, keuntungan yang didapat ialah inflasi bisa terjaga, sehingga kerjasama antar daerah ini dianggap penting dan perlu dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda).
Pada kesempatan ini, Menteri Dalam Negeri M. Tito Karnavian mengatakan alangkah baiknya apabila Pemda bergerak melakukan Gerakan Pangan Murah (GPM) tidak hanya mengandalkan dari Badan Pangan Nasional, melainkan dengan menggunakan BTT atau dana reguler masing-masing dari anggaran yang ada. Untuk lokasi yang tidak masuk dalam titik-titik yang ditentukan NFA, Pemda diminta untuk bisa bergerak mandiri melaksanakan Fasilitasi Distribusi Pangan (FDP) dan Kerjasama Antar Daerah (KAD) sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo pada Rakornas lalu.