Angka pernikahan dini di Kabupaten Ngawi naik pada tahun 2022 sebanyak 141 anak di Ngawi mengajukan dispensasi nikah, dimana 50 persen diantaranya karena hamil di luar pernikahan. Angka pada tahun 2022 sudah turun dibanding dengan tahun 2021 dan 2020 dimana permintaan dispensasi nikah tinggi saat pandemi sebanyak 59 dispensasi, kemudian pada tahun 2021 meningkat menjadi 159 pengajuan dispensasi menikah. Hal ini merupakan masalah yang serius di Kabupaten Ngawi. Apabila pernikahan dini tidak segera diturunkan maka Kabupaten Ngawi tidak dapat memanfaatkan bonus demografi dengan baik dan berpotensi menurunkan pendapatan daerah. Suatu daerah dapat mengalami bonus demografi apabila usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak daripada usia non produktif (usia 0-14 dan usia 65 keatas). Apabila banyak anak usia 15-19 tahun sudah menjalankan pernikahan dini dapat berakibat pada penurunan pendapatan daerah karena pada usia 15-19 tahun masuk ke dalam usia produktif yang dapat dimanfaatkan untuk bekerja, sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah. Tetapi saat pada usia 15-19 sudah menikah dan sampai hamil diluar nikah hal tersebut berdampak pada pendapatan daerah yang berkurang karena banyak anak yang tidak bekerja dan memilih untuk menikah.
Pernikahan dini yang dijalankan tidak hanya berdampak pada pengurangan pendapatan daerah, ekonomi dan sosial suatu remaja tetapi juga berpengaruh pada masalah kesehatan yang serius yaitu stunting. Stunting dapat terjadi karena kurangnya nutrisi yang diterima oleh bayi selama masa kehamilan, disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dari ibu maupun kurangnya kesiapan dari organ reproduksi Ibu karena umur ibu yang mengandung masih berusia dibawah 19 tahun. Selain masalah kesehatan yang serius, banyak juga ibu hamil yang mengalami tekanan dari lingkungan sekitarnya dan dapat berdampak pada kesehatan kehamilan Ibu. Tidak banyak juga ibu yang hamil diluar nikah semakin menyalahkan bayi yang dikandungnya dan tidak mendapatkan nutrisi yang cukup atau dukungan yang cukup dari lingkungan tempat tinggalnya. Berlangsungnya pernikahan dini bukan hanya dari faktor hamil di luar nikah tetapi ada juga karena tuntutan orang tua yang juga dapat mengancam kesehatan bayi yang dikandung.
Kabupaten Ngawi sedang menghadapi tantangan dalam mengurangi pernikahan dini untuk mencegah stunting. Peranan berbagai pihak sangat penting untuk mewujudkan angka pernikahan dini dan stunting yang menurun. Pemerintah memiliki peranan yang cukup penting dalam mengatasi faktor-faktor penyebab tingginya pernikahan dini dan stunting seperti sosialisasi yang kurang, lingkungan yang tidak mendukung, regulasi yang belum ada, Inovasi yang tidak dirasakan secara menyeluruh, petugas yang tidak profesional dan Sumber Daya Manusia yang masih memiliki kualitas rendah.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, dirumuskan beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat dilakukan seperti video edukasi di media social, sosialisasi teknik pengasuhan, pernikahan dini dan teknik pengasuhan bagi ibu dan anak, edukasi kesehatan, kelas psikologi ibu hamil, pengadaan peraturan dan sanksi yang tegas, sekolah ibu hamil dengan offline maupun online, serta full day school tanpa membawa handphone. Inovasi baru yang akan dibuat yaitu Kelas Psikologi Pernikahan Dini (KeLoPerDi) : Pendekatan psikologi pernikahan dini sebagai upaya penurunan angka stunting di Ngawi yang dapat membantu ibu hamil dalam mengatur emosi serta memberikan dukungan kepada ibu hamil yang memiliki tekanan dari lingkungan sekitar akibat hamil diluar nikah dan mengharuskan menikah di usia dini.