Terdapat sedikit cahaya terang dalam perencanaan pembangunan Tol Ngarobat yang menghubungkan Ngawi, Bojonegoro, dan Babat. Fokus saat ini adalah pada opsi trase Tol Ngarobat yang melintasi wilayah Ngawi, sebuah pembahasan yang telah muncul sebelumnya.
Pemerintah pusat cenderung memilih lahan di delapan desa untuk pembangunan megaproyek Tol Ngarobat di wilayah Kecamatan Geneng, Ngawi, dan Kasreman. Rencana tersebut telah disertakan dalam buku “Public Private Partnership Infrastructure Project Plan in Indonesia” yang diterbitkan pada tahun 2022 oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Menurut Totok Sugiharto dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Ngawi, buku tersebut bertujuan untuk menarik investor karena proyek ini menggunakan skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
Kementerian PUPR sebelumnya telah mempertimbangkan dua alternatif trase Tol Ngarobat untuk wilayah Ngawi. Salah satunya adalah melintasi lima desa di Kecamatan Ngawi, Paron, dan Pitu. Namun, setelah memperhitungkan anggaran, trase yang melalui delapan desa terbukti lebih ekonomis.
Trase yang melewati delapan desa ini memiliki panjang sekitar 15,5 kilometer dari total panjang Tol Ngarobat sebesar 106,4 kilometer. Meskipun melintasi lahan pertanian pangan berkelanjutan, opsi trase lima desa lebih panjang dua kali lipat dan memerlukan pembangunan dua jembatan tambahan, yang membuatnya lebih mahal.
Totok menyatakan bahwa meskipun trase yang dipilih akan mencaplok sebagian lahan pertanian pangan berkelanjutan, luasannya masih terbilang kecil. Menurutnya, luas cadangan lahan pertanian pangan berkelanjutan masih cukup besar, dengan data dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) yang mencatat luasan cadangan sekitar 6.477 hektar.
Dengan demikian, pembangunan Tol Ngarobat di Ngawi masih menghadapi berbagai pertimbangan dan perdebatan terkait dengan trase yang akan dipilih, namun harapannya adalah untuk memberikan kontribusi positif bagi konektivitas wilayah tersebut.