Ngawi – SMPN 1 Kendal Kabupaten Ngawi meluncurkan program inovatif bertajuk “GELISAH TANPA PPS5” yang resmi diimplementasikan sejak 2 September 2024. Program ini diprakarsai oleh Yuli Mardiati, seorang ASN di sekolah tersebut, dan tercatat dalam daftar inovasi daerah dengan nomor registrasi 35.21-146036-2024.
Nama program ini merupakan akronim dari empat kegiatan utama, yaitu GELIS (Gerakan Literasi Baca Ringkas), SEDUH (Sedekah Subuh), TANAM (Tata Tanam Hijau Mandiri), dan PPS5 (Pungut Sampah 5 Menit). Keempat kegiatan ini dijalankan secara rutin setiap hari dan menjadi budaya baru di lingkungan sekolah.
Kegiatan GELIS mendorong siswa membaca ringan selama 10–15 menit sebelum pelajaran dimulai, guna meningkatkan minat baca dan literasi. SEDUH mengajarkan kepedulian sosial dengan bersedekah setiap pagi, hasilnya digunakan untuk membantu siswa kurang mampu atau kegiatan sosial lain. Melalui TANAM, siswa diajak merawat tanaman hijau di lingkungan sekolah, sementara PPS5 mewajibkan semua siswa meluangkan waktu lima menit sebelum pulang untuk menjaga kebersihan dengan memungut sampah.

Menurut pihak sekolah, program ini dirancang untuk menjawab tantangan pendidikan saat ini, mulai dari rendahnya budaya literasi, minimnya kepedulian sosial, hingga rendahnya disiplin menjaga kebersihan lingkungan. “Dengan rutinitas sederhana namun konsisten, siswa akan terbiasa berbuat baik, disiplin, peduli sesama, sekaligus cinta lingkungan,” ujar Yuli Mardiati, inisiator inovasi.
Hasil pelaksanaan program ini pun mulai terlihat. Budaya membaca harian semakin mengakar, kepedulian sosial siswa meningkat lewat Sedekah Subuh, lingkungan sekolah lebih bersih dan hijau, serta karakter disiplin dan tanggung jawab siswa makin kuat. Bahkan, program ini berhasil meningkatkan reputasi sekolah di mata masyarakat karena dinilai relevan dengan kebutuhan zaman.

Inovasi GELISAH TANPA PPS5 juga telah masuk dalam dokumen RKPD Kabupaten Ngawi, direplikasi di berbagai daerah seperti Magetan, Sragen, Jombang, dan Madiun, serta memiliki skor kematangan 106 poin. Dengan melibatkan siswa, guru, orang tua, hingga masyarakat sekitar, program ini membuktikan bahwa pendidikan karakter akan lebih efektif jika dijalankan melalui aksi nyata setiap hari, bukan hanya teori.